TIMURKOTA.COM- Mantan calon anggota legislatif dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sofyan, telah divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Kalianda, Lampung.
Vonis ini dijatuhkan setelah Sofyan dinyatakan bersalah dalam kasus kepemilikan dan pengedaran narkotika jenis sabu seberat 73 kg.
Proses hukum yang panjang ini menarik perhatian publik dan memberikan gambaran tentang bahaya narkoba serta konsekuensi hukum yang berat bagi pelakunya.
Sofyan, yang juga dikenal sebagai Iyan bin Syafruddin, diadili di Pengadilan Negeri Kalianda dengan nomor perkara 224/Pid.Sus/2024/PN Kla.
Kasus ini mulai bergulir sejak September 2024 ketika jaksa penuntut umum mulai mengajukan dakwaan terhadapnya.
Dalam dakwaannya, jaksa mengungkapkan bahwa Sofyan adalah calon legislatif (caleg) di Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tamiang.
Sofyan diketahui memiliki utang sebesar Rp 200 juta akibat kampanye politiknya.
Dalam usaha untuk melunasi utang tersebut, ia meminta bantuan seseorang untuk mendapatkan pekerjaan.
Jaksa menyebutkan bahwa Sofyan kemudian menghubungi seorang bernama Asnawi yang menawarkan pekerjaan yang sangat berbahaya—mengantarkan sabu.
Asnawi menawarkan Sofyan pekerjaan untuk mengantarkan 70 bungkus sabu dengan total berat 73 kg.
Sofyan menerima tawaran tersebut dan dijanjikan upah sebesar Rp 380 juta, yang terdiri dari Rp 280 juta dalam bentuk tunai dan Rp 100 juta melalui transfer.
Pada Maret 2024, Sofyan bersama rekannya berangkat menuju Jakarta menggunakan mobil.
Setelah perjalanan, mereka tiba di pos Pelabuhan Bakauheni. Namun, saat itu, petugas melakukan pemeriksaan dan menemukan mobil yang membawa narkotika.
Dalam situasi tegang tersebut, Sofyan meminta rekannya untuk berputar balik dan meninggalkan lokasi. Ia kemudian meninggalkan teman-temannya dan menaiki bus menuju Palembang.
Pada 25 Mei 2024, Sofyan ditangkap oleh polisi di salah satu distro di Aceh Tamiang.
Penangkapan ini dilakukan setelah pihak kepolisian menerima informasi mengenai keberadaan Sofyan.
Ia kemudian diadili di Pengadilan Negeri Kalianda, Lampung, karena lokasi awal pengungkapan kasus berada di wilayah hukum tersebut.
Jaksa mengungkapkan bahwa Sofyan terlibat langsung dalam pengambilan dan pengedaran narkotika, yang merupakan pelanggaran serius terhadap undang-undang narkotika di Indonesia.
Dalam persidangan, Jaksa menuntut Sofyan dengan hukuman mati, mengingat beratnya tindakannya yang berpotensi merusak generasi muda dan masyarakat luas.
Setelah melalui proses persidangan yang intens, pada 26 November 2024, hakim Pengadilan Negeri Kalianda menjatuhkan vonis yang sesuai dengan tuntutan jaksa.
"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa tersebut dengan pidana mati," ungkap hakim saat membacakan keputusan.
Vonis ini tidak hanya menjadi berita besar di kalangan masyarakat, tetapi juga memicu diskusi mengenai kebijakan hukum terkait narkotika di Indonesia.
Banyak yang berpendapat bahwa hukum yang tegas diperlukan untuk menangani masalah narkotika yang semakin merajalela.
Sofyan tidak menerima vonis tersebut dan segera mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Tinggi Tanjung Karang.
Ia berharap mendapatkan keadilan dengan mengajukan argumen bahwa hukuman mati tidak seharusnya dijatuhkan dalam kasusnya.
Namun, pada 6 Januari 2025, majelis hakim Pengadilan Tinggi Tanjung Karang menguatkan vonis mati yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Kalianda.
"Menerima permohonan banding dari penasihat hukum terdakwa dan jaksa penuntut umum. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Kalianda Nomor 224/Pid.Sus/2024/PN Kla tanggal 26 November 2024," kata ketua majelis hakim Mahfudin, yang didampingi oleh anggota Saryana dan Ekova Rahayu Avianti. (*)