Iklan

Netfid Sulsel Beberkan Temuan Dugaan Pelanggaran pada Pilkada Serentak

timurkota.com_official
Senin, Desember 14, 2020 | 5:17 AM WIB Last Updated 2020-12-13T22:19:19Z

Proses perhitungan suara di Kota Makassar (foto: Istimewa)

TIMURKOTA.COM, MAKASSAR-


Hasil Pemantauan Pilkada Kota Makassar 2020 Network For Indonesian Democratic Society Wilayah Sulawesi Selatan (Netfid Sulsel)

Ketua Umum Netfid Sulsel, Sukrianto Kianto dalam keterangan tertulisnya menjelaskan temuan mereka selama pelaksanaan Pilkada serentak 2020.

Menurutnya, salah satu poin menjadi temuan adalah tak konsistennya penerapan protokol kesehatan. 

“Penerapan Protokol kesehatan yang kurang konsisten, Pengguna Si-Rekap yang terkendala serta kualitas kinerja KPPS dan PPK yang kurang maksimal," katanya.

Menurutnya, pemantauan dilakukan sejak Sejak 9 Desember hingga 13 Desember 2020, Network for Indonesia Democratic Society Wilayah Sulawesi Selatan (Netfid Sulsel).

"Dari tingkat berjenjang, mulai dari TPS hingga tingkat rekapitulasi di Kecamatan yang masih sementara berlangsung di beberapa kecamatan di Kota Makassar. 

Dalam pemantauan tingkat rekapitulasi di kecamatan. Netfid Sulsel focus memantau 4 (empat) aspek, yaitu mengenai penerapan protokol kesehatan penaggulangan Covid 19, efektifitas penggunaan fungsi E - Rekap dalam perhitungan suara, Keberatan saksi Paslon serta kejadian khusus yang terjadi selama proses rekapitulasi di kecamatan." Katanya lagi. 

Berikut Hasil Temuan Netfid Sulsel

Penerapan Protokol Kesehatan Yang Tidak Konsisten

Dalam pemantauan Netfid Sulsel di 10 kecamatan di Makassar, pelanggaran protokol kesehatan masih menjadi sorotan. 

Bahkan pelanggaran protocol kesehatan dilakukan oleh anggota PPK dan Panwascam di beberapa kecamatan, Misalnya di Kecamatan Rappocini, Tamalate, Mariso, Tamalanrea, Wajo, Manggala dan Panakukkang. 

PPK dan Panwascam tidak menggunakan masker dan atau menggunakan namun tidak sesuai protokol kesehatan (di dagu). 

Selain itu, di Kecamatan Mamajang, petugas keamanan (TNI / Polri) tidak menggunakan masker. Di kecamatan Rappocini, petugas Panwascam tidak menggunakan masker. 

DI kecamatan Tamalanrea dan Panakukkang, dalam proses rekapitulasi, baik saksi maupun PPK tidak menjaga jarak sebagai salah satu poin penting. Secara umum, protocol kesehatan dijalankan namun tidak konsisten

Penggunaan E- Rekap Yang Terkendala Server

Pada rekapitulasi di tingkat berjenjang (Kecamatan) yang ada di Kota Makassar, di 15 kecamatan, dalam hasil pemantauan, pada umumnya, PPK merekap dengan menggunakan dua metode, baik melalui E – Rekap maupun manual dengan menggunakan Excell. 

Misalnya, di kecamatan Bontoala, PPK  menggunakan aplikasi Si-rekap namun dalam proses meng-upload mengalami kendala teknis seperti error dan terkendala pada server. 

Hal serupa pun terjadi di kecamatan lain. Di Kecamatan Manggala, Mariso dan Panakukkang, sebelumnya, PPK melakukan rekapitulasi melalui SI-rekap, namun beralih ke Excell karena lelet bahkan berakhir error. 

Di kecamatan Rappocini dan Wajo, PPK menginisiatif melakukan rekapitulasi melalui Excell karena melalui aplikasi E-Rekap terkendala pada server. 

Sehingga, PPK memutuskan menggunakan Excell dan setelah rekapitulasi manual selesai, baru diupload melalui aplikasi Si-rekap. 

Selain itu, proses rekapitulasi di tingkat kecamatan yang mandek dan lamban disebabkan karena di beberapa temuan di TPS pada 9 Desember, terjadi masalah dalam proses mengupload hasil rekapitulasi C Hasil KWK yang dilakukan oleh KPPS. 

Hasil Pantauan Netfid Sulsel di 40  TPS yang tersebar ditemukan proses E rekap tidak berjalan maksimal. 

Bahkan pada saat selesai perhitungan suara di TPS KPPS tidak langsung mengupload perolehan suara C Hasil KWK dikarenakan pengetahuan aplikasi bimtek  E rekap tidak maksimal juga kendala jaringan pada hari pelaksanaan pemungutan dan perhitungan suara, 9 Desember. 

Dalam hasil pemantauan NETFID Sulsel, menurut laporan kordinator Pemantau Pilkada  kota Makassar dari Netfid Sulsel, Abraham Horisanto,  menyebutkan ada sejumlah TPS yang bermasalah dikarenakan  kualitas petugas Ad Hoc. 

Data Netfid Sulsel, di TPS 16 kelurahan Parang Tambung, kecamatan Tamalate, petugas KPPS sempat mengalami kebingungan dalam mengisi form C hasil KWK di depan saksi tiap pasangan calon. 

Petugas KPPS kurang menguasai rumus pengisian C hasil KWK barulah berkomunikasi dengan petugas PPS , barulah dipandu untuk melakukan pengisian. 

Selain itu, terjadi pula di TPS 001 kelurahan Parang,

Kecamatan Mamajang. Kesalahan pengisian C hasil KWK oleh anggota KPPS terjadi sehingga dalam pengisiannya diperbaiki langsung oleh ketua KPPS.  TPS 025 Kel. Romang Polong Kec Somba Opu, pada saat pengisian C hasil Kwk harus membuka buku panduan KPPS sehingga proses ini berlangsung lama.

Netfid menduga, bimbingan teknis KPPS tidak maksimal melihat kondisi pemantauan di lapangan. 

Di TPS 003 kel Parang kec Mamajang, proses pemungutan suara berlangsung lama 3 jam hingga pukul 17.47 wita.  

Penyebabnya,  Formulir C Daftar hadir KWK , 194 pemilih  tidak sesuai dengan jumlah surat suara yang terpakai di form hasil Kwk jumlah 193 pemilih. Ketika  pengisian formulir jumlah jumlah pengguna hak pilih dan jumlah surat suara yang terpakai ini tidak ketemu dan selisih satu angka. 

Selain itu, suara pemilih yang sudah menggunakan hak pilihnya bisa hilang karena human error dalam pencatatan. Daerah  kecamatan Panakukang, TPS 021 kel Panaikang terjadi hal serupa  ada selisih surat suara  yang terpakai dengan C hasil Kwk. 

Karena jumlah tidak sama maka dilakukan pengecekan ulang kertas suara yang terpakai.Di TPS 029 Kel. Parangrambung Kec Tamalate.

Hasil penelusuran pemantau Netfid di beberapa TPS, pengakuan anggota KPPS bahwa tidak semua petugas KPPS mengikuti Bimtek pemungutan dan Penghitungan suara. 

Kondisi dilapangan yang beda membuat KPPS kewalahan dalam proses input data di C hasil Kwk. 

Di TPS 001, TPS 002 dan TPS 003 kel Parang Kec Mamajang, Kecamatan Panakukang di TPS 021, Kecamatan Tamlanrea TPS 011, TPS 001 dan 012 kelurahan Manuruki juga tidak menggunakan E rekap. 

Dalam proses rekapitulasi, di beberapa kecamatan, progresnya hingga 13 Desember 2020 (04.15 Wita) bahkan belum melewati 50% berdasarkan data yang masuk di KPU. 

Misalnya di Kecamatan Mariso (37,62%), Kecamatan panakukkang (21,79%), Kecamatan Tamalate (34,01%), dan kecamatan Makassaar (40,14%).

Sejauh ini, Keberatan saksi dalam proses rekapitulasi tingkat kecamatan tidak ditemukan selama proses pemantauan. Akan tetapi, di 15 kecamatan yang melakukan rekapitulasi, sebagian besar Saksi Paslon 2 dan Paslon 4 tidak menghadiri proses rekapitulasi di tingkat berjenjang (Kecamatan).

Temuan Khusus

Adapun mengenai Kejadian khusus, Netfid Sulsel menemukan beberapa Kejadian khusus. 

Misalnya di Kecamatan Tamalate, kejadian khusus ditemukan pada saat rekapitulasi perolehan suara, yaitu TPS 19 Kelurahan Pabbaeng-baeng, ada kesalahan pengisian C Hasil KWK dimana s data kolom A (data pemilih) tertukar dengan kolom B (pengguna hak pilih). 

TPS 13 kelurahan Mannuruki, ada pemilih DPtb berjumlah 33 pemilih tidak dicatat dalam C hasil KWK (laki-laki 20, perempuan 13).

TPS 12 Kelurahan Mannuruki, ada kesalahan pengisian kolom jumlah pemilih laki – laki yang seharusnya berjumlah 161 namun diisi 101. 

Dan TPS 05 kelurahan Mannuruki ditemukan kesalahan pengisian angka surat suara yang digunakan yang harusnya 185 pemilih namun diisi 191. Selain itu, ada 1 (satu) pemilih DPPh tidak diisi di C hasil KWK. 

Di kecamatan Panakukkang, TPS 009 Kelurahan Pampang, pada C Hasil KWK, ada ketidaksesuaian antara C daftar hadir KWK dengan C hasil KWK.

Pada C daftar Hadir KWK ada 237 pemilih sedangkan di C hsil KWK jumlah pemilih yang menggunakan hak suaranya berjumlah 247 pemilih. 

Ada selisih 10 pemilih. Setelah di cek ulang, ternyata Jumlah Suara sah dan tidak sah 247 pemilih dan permasalahannya di daftar hadir jumlahnya 237, C daftar hadir KWK hanya dicentang dan tidak ada tanda tangan pemilih.

Selain itu, dalam proses pemantauan, tim pemantau Netfid Sulsel sempat  terkedala saat melakukan monitoring tingkat bejenjang di gedung bersama kampus YPUP, Kecamatan Tamalate pada Jumat (11/12). 

Kejadian itu terjadi pada saat tim pemantau dari Network For Indonesia Democratic Society Wilayah Sulawesi Selatan (NETFID SULSEL) mencoba memasuki lokasi tempat rekapitulasi di tingkat kecamatan. 

Salah satu tim Pemantau NETFID Sulsel sempat tidak diizinkan memasuki lokasi rekapitulasi oleh salah satu Panitia Penyelenggara Kecamatan (PPK) Tamalate dengan dalih, proses rekapitulasi yang hanya dapat dihadiri oleh penyelengga, Panwas dan saksi Paslon. 

Meskipun sudah menunjukan bukti sertifikat Akreditasi Pemantau resmi dan ID Card yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Makassar, namun dia masih tetap dilarang memasuki lokasi rekapitulasi.  

Kejadian tersebut merupakan sebuah kemunduran yang patut disoroti karena keberadaan pemantau dalam melakukan pengamatan proses electoral itu penting. Karena pada akhirnya, pemantau akan menyajikan data suatu tahapan atau seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilihan, sehingga masyarakat umum dapat melihat perkembangan penyelenggaraan Pemilihan. 


***

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Netfid Sulsel Beberkan Temuan Dugaan Pelanggaran pada Pilkada Serentak

Jangan lupa ikuti kami di

Konten Berbayar berikut dibuat dan disajikan advertiser. Wartawan timurkota.com tidak terlibat dalam aktivitas jurnalisme artikel ini.

Trending Now

Konten Berbayar berikut dibuat dan disajikan advertiser. Wartawan timurkota.com tidak terlibat dalam aktivitas jurnalisme artikel ini.

Iklan