Iklan

Ultimatum PMII Bone Berakhir, Polres dan Pemda Masih Bungkam

tim redaksi timurkotacom
Minggu, November 02, 2025 | 11:31 AM WIB Last Updated 2025-11-02T04:31:41Z

Anggota PMII Bone menyerahkan dokumen ultimatum kepada pihak Pemda Bone di kantor Bupati, menagih tanggapan atas tuntutan mahasiswa (Foto: Dok. Istimewa)

TIMURKOTA.COM, BONE- Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Bone kembali menyoroti sikap diam institusi negara setelah masa ultimatum yang disepakati bersama berakhir tanpa satu pun pernyataan resmi. 

Dua lembaga strategis, yakni Polres Bone dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bone, dinilai telah mengabaikan tanggung jawab moral dan konstitusional mereka terhadap aspirasi publik.

Aksi sebelumnya yang dikenal sebagai Demonstrasi Jilid II PMII Bone melahirkan dua kesepakatan penting.

Di Polres Bone, terdapat 7 tuntutan dan 5 poin ultimatum yang ditandatangani oleh Jenderal Lapangan Angga Prayuda, Kapolres Bone, dan Ketua Cabang PMII Kabupaten Bone.

Berdasarkan dokumen resmi, ultimatum tersebut memberi batas waktu 7 hari kerja bagi Polres Bone untuk menyampaikan pernyataan sikap dan langkah konkret atas laporan dan tuntutan mahasiswa. 

Namun, hingga hari ini, tenggat waktu tersebut telah terlampaui, dan tidak ada satu pun bentuk komunikasi publik, klarifikasi, atau tanggapan resmi dari pihak kepolisian.

Di Kantor Bupati Bone, kesepakatan serupa juga terjadi. 4 tuntutan dan 5 ultimatum ditandatangani oleh Jenderal Lapangan, Sekretaris Daerah Kabupaten Bone (mewakili Bupati), dan Ketua Cabang PMII Kabupaten Bone.

Sama halnya, Pemda Bone juga diberikan batas waktu 7 hari kerja untuk merespons secara resmi hasil kesepakatan tersebut. 

Namun hingga kini, tidak ada pernyataan terbuka yang disampaikan kepada publik maupun kepada pihak PMII.

Kondisi ini menurut Angga Prayuda, Jenderal Lapangan aksi PMII Bone, merupakan bentuk nyata dari disfungsionalitas institusional dan kemerosotan etika pemerintahan publik.

“Ini bukan sekadar soal keterlambatan administratif, tapi soal kredibilitas moral dan tanggung jawab negara terhadap warganya. Ketika ultimatum yang disepakati bersama diabaikan, maka yang runtuh bukan hanya kepercayaan publik, tetapi juga legitimasi etik lembaga,” tegas Angga.

Angga menambahkan, diamnya dua institusi negara ini menunjukkan defisit transparansi dan akuntabilitas, dua unsur fundamental dalam tata kelola pemerintahan yang demokratis.

“Ketika lembaga negara memilih bungkam di hadapan tuntutan rakyat, maka pada titik itulah demokrasi sedang dirawat dengan kebisuan,” lanjutnya.

PMII Bone menilai sikap Polres dan Pemda Bone mencerminkan apatia struktural suatu kondisi ketika lembaga publik kehilangan kepekaan terhadap aspirasi masyarakat. 

Padahal, seluruh kesepakatan tersebut ditandatangani dalam forum resmi sebagai bentuk itikad baik menyelesaikan persoalan secara konstitusional dan beradab.

Lebih lanjut, Angga menyebut bahwa pihaknya akan terus menempuh jalur konstitusional, termasuk mendorong mekanisme evaluasi publik dan kemungkinan aksi lanjutan jika dalam waktu dekat tidak ada respons terbuka dari dua lembaga tersebut.

“Kami tidak sedang menuntut sesuatu yang berlebihan. Kami hanya menagih janji yang mereka sendiri tulis dan tandatangani. Dan jika negara tidak menepati janjinya, maka mahasiswa punya kewajiban moral untuk mengingatkannya kembali,” tutup Angga dengan nada tegas. (*)

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Ultimatum PMII Bone Berakhir, Polres dan Pemda Masih Bungkam
« Prev Next »

Jangan lupa ikuti kami di

Konten Berbayar berikut dibuat dan disajikan advertiser. Wartawan timurkota.com tidak terlibat dalam aktivitas jurnalisme artikel ini.

Trending Now

Konten Berbayar berikut dibuat dan disajikan advertiser. Wartawan timurkota.com tidak terlibat dalam aktivitas jurnalisme artikel ini.

Iklan

.entry-content { line-height: 1.4em; }