![]() |
Gambar yang menunjukkan tuntutan rakyat (Foto: Dok. Istimewa) |
TIMURKOTA.COM, JAKARTA – Menjelang tenggat waktu 5 September 2025, aliansi mahasiswa, buruh, dan masyarakat sipil kembali mengumumkan 17+8 tuntutan rakyat sebagai respons atas situasi politik, ekonomi, dan keamanan yang mereka nilai semakin mengkhawatirkan.
Tuntutan ini menyoroti kasus pelanggaran HAM dalam demonstrasi 28–30 Agustus lalu serta dorongan untuk reformasi transparansi di lembaga legislatif dan militer.
Dalam pernyataannya, aliansi menegaskan bahwa pemerintah harus segera membentuk tim investigasi independen untuk mengusut tuntas kasus kematian dan kekerasan terhadap demonstran, termasuk Affan Kurniawan dan Umar Amarudin.
Tim ini, menurut mereka, harus memiliki mandat jelas, bekerja transparan, dan melibatkan unsur masyarakat sipil agar hasilnya dapat dipercaya publik.
Tuntutan berikutnya adalah penghentian keterlibatan TNI dalam pengamanan sipil.
Aliansi meminta agar TNI kembali ke barak dan tidak mengambil alih fungsi kepolisian dalam mengendalikan massa.
Menurut mereka, langkah ini penting demi mencegah praktik militerisme di ruang sipil yang bertentangan dengan prinsip demokrasi.
Selain itu, mereka juga menuntut pembebasan seluruh demonstran yang masih ditahan.
Aliansi menilai adanya upaya kriminalisasi terhadap warga negara yang menggunakan hak konstitusionalnya untuk menyampaikan pendapat.
Mereka mendesak agar proses hukum justru diarahkan kepada aparat yang melakukan kekerasan di lapangan.
Dari sisi akuntabilitas parlemen, aliansi menolak kebijakan kenaikan gaji dan fasilitas DPR. Mereka menuntut transparansi penuh terhadap anggaran, termasuk tunjangan, rumah dinas, dan fasilitas lain.
Tidak hanya itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga didesak untuk menyelidiki kepemilikan harta anggota DPR yang dinilai bermasalah.
Tuntutan etika politik juga disampaikan. Aliansi mendesak Badan Kehormatan DPR menindak anggota yang melecehkan aspirasi rakyat, sementara partai politik diminta menjatuhkan sanksi tegas hingga pemecatan bagi kader yang bersikap tidak etis atau memicu kemarahan publik.
"Komitmen partai harus berpihak pada rakyat di tengah krisis, bukan justru menambah jarak dengan masyarakat," tegas pernyataan itu.
Di sektor ketenagakerjaan, aliansi mendesak pemerintah memastikan upah layak bagi seluruh angkatan kerja, termasuk guru, tenaga kesehatan, buruh, hingga mitra ojek online.
Mereka juga menekankan perlunya langkah darurat untuk mencegah PHK massal serta perlindungan bagi buruh kontrak.
Dialog terbuka dengan serikat buruh terkait kebijakan upah minimum dan sistem outsourcing dianggap menjadi solusi mendesak.
Aliansi menutup pernyataan dengan ajakan agar pemerintah, DPR, dan TNI membuka ruang dialog dengan mahasiswa serta masyarakat sipil.
Menurut mereka, partisipasi publik yang bermakna adalah kunci untuk mengembalikan kepercayaan rakyat di tengah krisis demokrasi.
"Jika 17+8 tuntutan rakyat ini diabaikan, kami siap memperluas aksi solidaritas di berbagai daerah," tegas mereka. (*)