Suasana Event Lapri UMKM Festival 2024 di Kabupaten Bone (Foto: Dok. Istimewa) |
TIMURKOTA.COM, BONE– Event Lapri UMKM Festival 2024 di Kabupaten Bone jadi sorotan setelah puluhan pedagang kaki lima, terutama yang bergerak di bidang kuliner, mengeluhkan masalah jaringan listrik yang tidak stabil.
Masalah ini terjadi saat ramai pengunjung, membuat para pedagang merasa dirugikan, meskipun mereka telah membayar mahal untuk mendapatkan tempat.
Pagelaran Pasar Malam di Lapri, yang diadakan sebagai bagian dari UMKM Festival 2024, seharusnya menjadi ajang untuk mempromosikan produk lokal dan meningkatkan pendapatan pedagang.
Namun, kenyataannya, banyak pedagang yang merasa kecewa karena jaringan listrik yang sering mati hidup, terutama pada malam minggu, ketika jumlah pengunjung mencapai puncaknya.
Sugianti, seorang pedagang martabak, mengungkapkan kekecewaannya kepada awak media.
"Kami sudah bayar mahal untuk kapling, sampai Rp 1,5 juta, tapi jaringan listrik dan lampu kurang memuaskan. Ini terjadi setiap malam minggu," ujarnya dengan nada emosional.
Mansur, pedagang martabak lainnya, menambahkan, pihaknya sangat menyayangkan hal ini terus terjadi.
"Kami merasa ada yang kurang beres, tak ada inisiatif untuk memperbaiki. Padahal, kami juga dipungut biaya listrik setiap malam sebesar Rp 10.000 per pedagang."bebernya.
Masalah listrik yang tidak stabil ini tidak hanya merugikan pedagang, tetapi juga mempengaruhi pengalaman pengunjung.
Dengan lampu yang sering mati, suasana pasar malam menjadi gelap dan tidak menarik, sehingga pengunjung pun enggan berlama-lama.
Hal ini berakibat pada penurunan penjualan bagi para pedagang, terutama yang mengandalkan daya tarik visual dari produk mereka.
Banyak pedagang mengeluhkan bahwa penjualan mereka menurun drastis akibat masalah listrik ini.
Pelanggan yang awalnya tertarik dengan aroma makanan dan suasana pasar malam justru menjadi kecewa karena kondisi yang tidak mendukung.
"Kalau begini terus, bagaimana kami bisa mendapatkan keuntungan?" ungkap Sugianti.
Meskipun para pedagang telah menyampaikan keluhan mereka, tampaknya respon dari panitia pelaksana masih minim. Hal ini membuat para pedagang semakin frustrasi.
"Kami merasa suara kami tidak didengar. Seharusnya panitia bisa lebih peka terhadap masalah yang dihadapi pedagang," kata Mansur.
Iwan Hammer, Ketua DPW APKLI Provinsi Sulawesi Selatan, juga menyesalkan situasi ini.
"Kasihan mereka datang jauh-jauh dari luar kabupaten Bone untuk mencari keuntungan. Kalau begini terus, pedagang bukan dapat keuntungan, tapi malah buntung."
Iwan menegaskan bahwa panitia pelaksana harus mengantisipasi hal-hal yang bisa merugikan pedagang dan tidak hanya fokus pada acara.
"Jangan melakukan pembiaran. Pedagang kuliner sangat bergantung pada kondisi listrik untuk menjual produk mereka," tambahnya.
Iwan juga mengingatkan bahwa pedagang kaki lima dilindungi oleh Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2012.
"Mereka adalah konsumen dan pasti dilindungi oleh undang-undang terkait perlindungan konsumen," ujarnya.
Dengan adanya perlindungan hukum, seharusnya ada upaya untuk memastikan bahwa pedagang tidak dirugikan dalam setiap event yang digelar.
Apabila masalah ini tidak segera diantisipasi, Iwan menyatakan bahwa mereka akan berkordinasi dengan konsultan hukum Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia untuk melaporkan pihak berwenang.
"Kami tidak akan tinggal diam jika pengelola terus merugikan para pedagang," tegasnya. (*)