![]() |
Ade Fitrawan (Foto: Dok. Istimewa) |
Penulis: Muis Pamungkas
Editor: timurkota.com
TIMURKOTA.COM, BONE- Seorang mahasiswa asal kecamatan Bontocani, Ade Fitrawan mengecam dugaan tindakan netralitas perangkat desa yang terjadi di desa Watangcani dan desa Langi.
Menurutnya, pilkada merupakan momen penting yang memberikan ruang bagi masyarakat untuk secara langsung memilih pemimpin mereka.
Proses ini menegakkan prinsip kedaulatan rakyat dan menjamin bahwa suara mereka dihargai, sehingga menciptakan pemimpin yang memiliki legitimasi kuat serta komitmen untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.
Dirinya merasa kecewa dengan adanya beberapa oknum aparatur pemerintahan desa yang diduga kuat ikut serta dalam proses kampanye salah satu kandidat paslon bupati kabupaten bone di Desa Langi dan desa watangcani.
Sebagai akademisi yang lahir di Bontocani, sangat disayangkan hal ini terjadi sehingga tidak boleh dibiarkan tanpa adanya tindak lanjut dari pihak terkait sehingga terjadi berulang kali dalam setiap pemilu di bontocani oleh karena itu ia mendesak Panwas Bontocani untuk menindaklanjuti hal tersebut.
"Jika dalam kurun waktu satu minggu tidak ada tindakan nyata, saya bersama teman-teman mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Revolusioner Karya Mahasiswa (GERILYA) akan menduduki kantor Bawaslu Provinsi Sulawesi Selatan dan menuntut Bawaslu Kabupaten Bone serta Panwaslu Kecamatan Bontocani untuk menegakkan aturan sesuai Undang-Undang Desa No. 6 Tahun 2014" Ungkapnya, Jumat (25/10/2024).
Kemudian, Ade menyampaikan Dalam Undang-Undang Desa No. 6 Tahun 2014, Pasal 29 huruf (j) menegaskan bahwa kepala desa dilarang ikut serta dan terlibat dalam politik praktis, termasuk dalam kegiatan kampanye pilkada. Kepala desa harus menjaga netralitas karena posisinya sebagai aparatur desa adalah untuk memberikan pelayanan publik, bukan sebagai alat politik.
"Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada juga menegaskan larangan ini. Pasal 71 ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa pejabat negara, termasuk kepala desa, tidak diperbolehkan membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon selama masa kampanye. Jika melanggar, kepala desa dapat dikenakan sanksi administratif hingga pemberhentian dari jabatan" Katanya.
Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa, Pasal 26 ayat (1) menyatakan kepala desa dilarang membuat keputusan atau tindakan yang bisa menguntungkan atau merugikan salah satu calon dalam proses pemilihan. Keterlibatan kepala desa dalam kampanye merupakan pelanggaran atas prinsip netralitas dan profesionalitas.
"Sanksi dan Konsekuensi Hukum Kepala desa yang terbukti melanggar peraturan mengenai netralitas dalam pilkada dapat dikenakan sanksi administratif, seperti teguran tertulis, penonaktifan sementara, hingga pemberhentian dari jabatan. Sanksi pidana juga bisa dijatuhkan jika kepala desa melakukan tindakan pidana terkait pilkada, seperti politik uang atau intimidasi terhadap warga untuk memilih calon tertentu" Tegasnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa Peraturan KPU tentang Kampanye mengatur bahwa seluruh aparatur pemerintahan, termasuk kepala desa, dilarang ikut serta dalam kegiatan kampanye, baik secara langsung maupun tidak langsung, guna menjaga netralitas.
"Jika ditemukan bukti keterlibatan dalam kampanye, laporan dapat disampaikan ke Bawaslu untuk ditindaklanjuti sesuai hukum yang berlaku" Tutupnya. (*)