Asmarjun
Aktivis Penggiat Desa
Setiap 28 Oktober, bangsa ini kembali menengok ke belakang, mengenang satu momentum bersejarah yang lahir dari semangat juang para pemuda. Tahun 1928 menjadi tonggak kebangkitan nasionalisme Nusantara.
Di tengah tekanan kolonialisme dan ketidakadilan penjajahan, para pemuda dari berbagai daerah dan latar belakang dengan berani melebur segala perbedaan.
Mereka menyatukan diri dalam satu tekad, satu bahasa, dan satu cita-cita: membebaskan bangsa ini dari belenggu penjajahan.
Sumpah Pemuda bukan sekadar peristiwa seremonial dalam buku sejarah, melainkan pernyataan moral yang meletakkan pondasi kemerdekaan bangsa.
Dari sinilah lahir kesadaran kolektif bahwa kemerdekaan sejati hanya dapat diraih dengan persatuan dan keberanian.
Kini, setelah 97 tahun berlalu, semangat yang sama seharusnya kembali bergelora di dada generasi muda Indonesia.
Tantangan yang dihadapi pemuda masa kini tidak lagi berbentuk penjajahan fisik, tetapi penindasan modern yang hadir melalui kekuasaan oligarki, praktik korupsi, sindikat narkoba, serta mafia di berbagai sektor mulai dari tambang hingga distribusi bahan bakar dan alat pertanian. Semua itu menjadi ancaman nyata bagi kemandirian bangsa.
Momentum bonus demografi yang sedang dialami Indonesia harus menjadi kekuatan kolektif untuk bangkit.
Jumlah generasi muda yang dominan bukan hanya statistik kependudukan, melainkan peluang emas untuk menggerakkan perubahan sosial, politik, dan ekonomi menuju kemandirian nasional.
Pemuda memiliki energi, ide, dan keberanian untuk memutus rantai ketergantungan terhadap kekuatan yang merugikan rakyat banyak.
Dalam sejarah bangsa, pemuda selalu tampil di garis depan setiap perubahan besar. Dari kebangkitan nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi 1945, hingga reformasi 1998 semuanya diwarnai oleh peran aktif generasi muda yang menolak tunduk pada ketidakadilan.
Kini, giliran pemuda masa kini untuk kembali mengambil peran dalam menghadapi tantangan global yang kian kompleks.
Kondisi ekonomi dunia yang didominasi sistem kapitalis serta ekspansi ekonomi asing, termasuk pengaruh besar dari Cina, menuntut kewaspadaan dan kesadaran kolektif.
Pemuda harus tampil sebagai garda terdepan dalam memperkuat kedaulatan ekonomi nasional.
Mereka harus menjadi motor penggerak inovasi, kemandirian teknologi, dan penguatan ekonomi rakyat agar bangsa ini tidak terus berada dalam posisi ketergantungan.
Kebangkitan spirit patriotisme bukan sekadar romantisme sejarah. Ia adalah panggilan moral agar pemuda Indonesia menegaskan kembali jati dirinya sebagai pelanjut cita-cita kemerdekaan.
Di tengah derasnya arus globalisasi dan digitalisasi, nasionalisme harus hadir dalam bentuk baru bukan dengan slogan, tetapi melalui karya nyata, keberanian bersuara, dan komitmen memperjuangkan keadilan.
Sumpah Pemuda 1928 telah membuktikan bahwa kekuatan terbesar bangsa ini lahir dari persatuan. Kini, semangat itu harus dihidupkan kembali untuk melawan segala bentuk ketidakadilan modern.
Pemuda Indonesia harus berdiri tegak, menyatukan langkah, dan menunjukkan kepada dunia bahwa bangsa ini masih memiliki generasi yang berjiwa merdeka, berintegritas, dan mencintai tanah airnya tanpa pamrih. (*)


