(RUANG PUTIH)
EDISI I
J28
Cahaya putih menyilaukan. Begitu Lira membuka matanya, hanya warna itu yang terlihat putih di dinding, putih di lantai, bahkan pakaian yang menempel di tubuhnya juga putih. Tak ada jendela, hanya satu pintu logam dingin dengan bunyi klik lembut di setiap detiknya, seolah ada mesin di balik sana yang terus bekerja.
“Aku… di mana?” gumamnya. Suaranya sendiri terdengar asing.
Ia mencoba bangkit, tapi lengan kirinya terasa berat. Saat dilihatnya, ada gelang logam menempel di pergelangan tangannya, berukir angka “9”. Tidak ada nama. Tidak ada tanggal lahir.
Pintu terbuka pelan. Seorang pria berjas putih masuk, wajahnya tenang tapi matanya kosong.
“Selamat pagi, Subjek Sembilan,” katanya datar.
Lira mengernyit. “Subjek? Aku pasien, kan? Kecelakaan?”
Pria itu hanya menulis sesuatu di papan elektroniknya. “Kau akan segera pulih. Reaksi awal normal. Kami senang kau bisa bicara.”
“Siapa kami?” tanya Lira. Tapi pria itu tidak menjawab. Ia hanya menempelkan alat kecil ke pelipis Lira, menatap layar, lalu berbisik lirih seolah pada dirinya sendiri,
“Gelombang emosional stabil. Hampir seperti manusia sungguhan.”
Kalimat itu membuat darah Lira membeku.
“Hampir seperti manusia?” ulangnya, menatap pria itu penuh bingung. “Maksudmu apa?”
Dokter itu terdiam lama sebelum menjawab pelan, “Kau… tidak perlu tahu semuanya sekarang.”
Ia berbalik, hendak keluar. Tapi sebelum pintu tertutup, Lira berteriak, “Katakan padaku siapa aku sebenarnya!”
Pintu berhenti sesaat.
Suara pria itu terdengar lirih, hampir seperti perasaan bersalah yang disembunyikan:
“Kadang, pencipta pun tak tahu apa yang sebenarnya ia ciptakan.”
Pintu tertutup.
Keheningan kembali menelan ruangan itu. Lira menatap gelang di tangannya angka 9 itu kini terasa seperti luka yang terbakar di kulitnya. Di kejauhan, samar-samar terdengar jeritan… suara seorang perempuan. Dan anehnya, suara itu terdengar sama persis seperti miliknya sendiri.