Mahkamah Konstitusi telah menerima 10 gugatan yang dilayangkan Paslon kalah dalam Pilkada di Sulawesi Selatan, (Foto: Dok. Istimewa) |
TIMURKOTA.COM, BONE- Sesuai dengan prediksi dari awal bahwa Pilkada Kabupaten Bone akan banyak perdebatan di media sosial sebelum hari H pencoblosan.
Setelah penetapan pemenang semua pihak menerima dengan baik. Banyak kalangan menilai salah satu faktor utama tak banyaknya keributan dan protes hasil Pilkada yakni penyelenggara dinilai mampu menjaga netralitasnya.
Kemudian masyarakat di Kabupaten Bone dinilai sudah dewasa dalam berpolitik. Tak ada lagi fanatisme berlebihan kepada figur dan kandidat tertentu.
Tiga kandidat yang bertarung, Andi Rio Idris Padjalangi-Amir Mahmud (Sipakariomi). Andi Islamuddin-Andi Irwandi Natsir (Tegak Lurus). Andi Asman Sulaiman-Andi Akmal Pasluddin (Beramal) mampu mengontrol pendukung masing-masing.
Sipakariomi dan Tegak Lurus telah membuat pernyataan kepada semua simpatisan dan pendukung agar mengontrol dan mendukung pemerintahan ke depan.
Sementara Beramal menekankan kepada simpatisan dan pendukung untuk tidak larut dalam euforia berlebihan.
Situasi perpolitikan di Kabupaten Bone berbanding terbalik dengan beberapa wilayah di Sulawesi Selatan. Tercatat saat ini ada 10 Paslon melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena merasa ada praktik kecurangan dalam pelaksanaan Pilkada.
Jeneponto menjadi kabupaten ke-10 asal Sulsel mendaftarkan gugatannya ke MK.
Sebelum Jeneponto ada sembilan kabupaten lainnya yaitu Parepare, Toraja Utara, Pinrang, Takalar, Palopo, Bulukumba, Pangkep, Selayar, dan Makassar.
Pemohon Pilkada Jeneponto yakni pasangan Muhammad Sarif - Moch Noer Alim Qalby.
Gugatan Muhammad Sarif - Moch. Noer Alim Qalby teregistrasi di MK per 10 Desember 2024, pukul 22.31 WIB.
Sesuai hasil rekapitulasi KPU, pasangan Paris Yasir- Islam Iskandar memenangkan Pilkada Jeneponto dengan 89147 suara.
Lalu disusul pasangan nomor 3 Muhammad Sarif- Moch Noer Alim Qalbi dengan 88083 suara.
Selisih suara antara passangan Paris Yasir- Islam Iskandar dan Muhammad Sarif- Moch Noer Alim Qalbi hanya 1.064.
Sebelumnya diberitakan, Proses pemilihan yang seharusnya berjalan lancar ini justru berujung pada ketegangan dan konflik di antara paslon.
Pilkada Takalar
Pasangan Syamsari Kitta - M Natsir Ibrahim kalah telak di Pilkada Takalar. Mereka menghadapi lawan berat, Firdaus Daeng Manye - Hengky Yasin, yang merupakan saudara dari Komjen Fadil Imran.
Hasil rekapitulasi KPU menunjukkan bahwa Daeng Manye dan Hengky meraup suara sebanyak 111.290, sementara Kitta dan Ibrahim hanya mendapatkan 45.977 suara.
Selisih suara yang cukup jauh ini menjadi salah satu faktor utama yang mendorong paslon Kitta-Ibrahim untuk menggugat hasil tersebut.
Pilkada Parepare
Di Pilwali Parepare, pasangan Erna Rasyid Taufan – Rahmat Sjamsu Alam juga mengalami nasib serupa.
Mereka hanya berhasil meraih 24.785 suara. Sementara itu, pasangan Tasming Hamid-Hermanto (TSM-MO) menjadi peraih suara terbanyak dengan 38.423 suara.
Pasangan lainnya, Andi Nurhaldin Halid-Taqyuddin (ANH-TQ), memperoleh 16.009 suara, dan pasangan Muhammad Zaini-Prof Bakhtiar hanya mendapatkan 9.886 suara.
Ketidakpuasan terhadap hasil ini mendorong Erna dan Rahmat untuk mengambil langkah hukum.
Pilkada Tanah Toraja Utara
Pilkada di Tanah Toraja Utara juga tidak lepas dari kontroversi. Pasangan Yohanis Bassang - Marthen Rante Tondok meraih suara sebanyak 62.647.
Namun, mereka kalah tipis dari lawan mereka, Frederik Victor Palimbong - Andrew Branch Silambi (Dedy-Andrew), yang meraih 68.422 suara dengan selisih 5.775 suara.
Keputusan untuk menggugat hasil ini juga terkait dengan klaim bahwa terjadi kecurangan dalam proses pemungutan suara.
Pilkada Bulukumba
Sementara itu, di Pilkada Bulukumba, pasangan Jamaluddin M Syamsir-Tomy Satria Yulianto hanya memperoleh 80.858 suara.
Mereka kalah dari pasangan Andi Muchtar Ali Yusuf-A Edy Manaf yang meraih 141.604 suara.
Tak terima dengan hasil tersebut, Jamaluddin dan Tomy juga berencana untuk mengajukan gugatan ke MK.
Keempat pasangan calon mengklaim bahwa hasil pemilihan tidak mencerminkan keinginan masyarakat dan ada indikasi adanya kecurangan yang dilakukan oleh lawan mereka. Beberapa alasan yang mereka sampaikan diantarnya,
Banyak paslon merasa bahwa proses pemungutan suara di lapangan tidak berjalan sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Mereka mencurigai adanya manipulasi suara yang dilakukan oleh pihak tertentu.
Beberapa paslon mengeluhkan kurangnya transparansi dalam proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh KPU. Mereka merasa tidak diberi kesempatan yang cukup untuk mengawasi proses tersebut.
Paslon merasa ada dugaan kecurangan yang terstruktur dan sistematis yang menguntungkan pasangan tertentu. Hal ini menjadi salah satu alasan kuat bagi mereka untuk mengajukan gugatan ke MK.
Kegagalan dalam pemilihan ini juga berdampak pada harapan masyarakat yang lebih luas.
Banyak dari mereka yang merasa kecewa dan terpengaruh oleh hasil pemilihan ini, terutama jika mereka merasa suara mereka tidak dihargai.
Ketua KPU Sulsel, Hasbullah, menegaskan bahwa pihaknya telah menjalankan tugas dengan baik dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Ia menyatakan bahwa KPU akan siap menghadapi gugatan yang diajukan oleh paslon dan siap memberikan klarifikasi serta bukti-bukti terkait proses pemilihan.
“Jika ada yang merasa dirugikan, mereka memiliki hak untuk menggugat. Namun, kami percaya bahwa proses yang kami lakukan sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku,” ungkap Hasbullah.
Di sisi lain, pengamat politik mengingatkan bahwa gugatan semacam ini adalah bagian dari dinamika demokrasi.
"Gugatan ke MK merupakan hak dari tiap pasangan calon yang merasa tidak puas. Namun, penting bagi mereka untuk menyampaikan bukti yang kuat agar proses hukum dapat berjalan dengan adil dan transparan," kata salah satu pengamat politik di Sulsel.
Gugatan yang diajukan oleh empat paslon ini diperkirakan akan berlanjut ke proses hukum yang panjang di MK.
Masyarakat dan para pengamat politik di Sulawesi Selatan pun menantikan keputusan dari MK yang diharapkan dapat memberikan keadilan bagi semua pihak.
Dampak dari gugatan ini tidak hanya akan terasa di tingkat politik, tetapi juga di kalangan masyarakat.
Ketidakpuasan terhadap hasil pemilihan dapat memicu ketegangan sosial dan mempengaruhi stabilitas daerah.
Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk menjaga komunikasi dan dialog yang konstruktif agar situasi dapat tetap kondusif. (*)