Silaturahmi Andi Asman Sulaiman yang diduga dilakukan sebelum memasuki masa kampanye (Foto: Dok. Istimewa) |
TIMURKOTA.COM, BONE- Pertemuan dengan melibatkan banyak warga yang dikonsep silaturahmi Keluarga Besar Panrebessi dan Pengrajin Songkok Recca yang dilakukan Calon Bupati Nomor Urut 3, Andi Asman Sulaiman dinilai merupakan upaya curi start kampanye.
Lantaran dilakukan sebelum masa kampanye yakni pada 24 September 2024. Sementara tahapan kampanye dimulai pada, 25 September 2024-23 November 2024.
Diketahui Andi Asman Sulaiman hadir dalam pertemuan yang dikonsep dengan silaturahmi di rumah tokoh masyarakat H Ambo dan H Rahman di Desa Paccing, Kecamatan Awangpone.
Pertemuan tersebut diadakan pada Selasa 24 September 2024. Dimana Bawaslu telah menyampaikan kepada semua Paslon dalam Rakor pertemuan pencabutan nomor urut.
"Setelah pencabutan tidak ada aktifitas berkaitan dengan sosialisasi dan kampanye oleh Paslon sampai dengan jadwal yang telah ditentukan sesuai tahapan," ungkap Komisioner Bawaslu Bone, Rozali Putra Badaruddin.
Sementara itu dalam pertemuan Andi Asman Sulaiman tersebut selain dilakukan di luar jadwal yang telah ditentukan sesuai tahapan.
Terlihat spanduk yang bertuliskan BerAmal nomor 3 terpasang di lokasi. Dalam pertemuan tersebut Andi Asman Sulaiman diberi kesempatan untuk menyampaikan gagasannya untuk untuk mendapatkan suara masyarakat.
Pengamat politik, Muhammad Ikhsan Nur mengatakan, fenomena curi start yang diklaim sebagai silaturrahmi dengan tujuan mengerahkan dukungan untuk salah satu pasangan tidak memiliki dasar hukum yang cukup untuk dianggap sebagai pelanggaran, karena kegiatan a quo dilakukan di luar masa kampanye.
"Namun yang perlu digaris bawahi bahwa, hal a quo dianggap merupakan suatu tantangan serius yang dapat mengancam proses pemilihan mengalami kekaburan," ungkapnya.
Dianggap bahwa etika dan moralitas
berdemokrasi seolah-olah tidak lagi menjadi pegangan dalam ruang gerak setiap calon pejabat yang notabene dapat menjadi salah satu pemicu terjewantahkannya prosesi pemilihan yang tidak damai.
Penting untuk terevaluasi, in casu apakah dukungan ini diperoleh dengan cara yang sesuai dengan etika dan moralitas demokrasi?.
"Karena tentu jika didapatkan melalui praktik "curi start," maka dianggap dapat merugikan keadilan dalam pemilihan," lanjutnya.
Seolah-olah dianggap ada tindakan kampanye yang dilakukan dikemas dalam bentuk acara silaturahim.
Walaupun tampak positif, acara seperti ini dapat membingungkan batas antara kegiatan sosial dan kampanye politik.
Kehadiran alat peraga kampanye, seperti baliho, dalam konteks acara a quo menunjukkan bahwa calon pejabat dianggap memanfaatkan momen a quo untuk kepentingan pribadi.
Praktik ini tidak hanya merugikan calon lain, tetapi juga berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi.
Apabila ada argumen bahwa tindakan a quo merupakan inisiatif warga yang mengundang calon pejabat, kita harus tetap memperhatikan konteks dan tujuan kehadiran calon dalam acara itu.
Meskipun inisiatif warga patut diapresiasi, hala quo dianggap tidak dapat menjadi alasan untuk menegasikan etika dan moral berdemokrasi.
Calon pejabat memiliki tanggung jawab besar untuk mengaktualisasikan jargon pilkada damai.
Jika kehadirannya bertujuan untuk meraih keuntungan politik, maka hal itu tetap dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Sebab lagi-lagi bukan waktunya untuk kampanye. (*)