TIMURKOTA.COM, BONE- Terdakwa kasus penipuan berkedok calo penerimaan TNI, M. Awaluddin H alias Awal bin Haseng, Andi Lilis Suryani alias Andi Ani bin Andi Bachtiar Yahya, dan dr. Sapta Prasetya alias dr. Sapta bin Abdul Latief telah menjalani sidang dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Watampone pada senin (20/11/23).
Ketiganya menjalani persidangan setelah melakukan tindakan penipuan dengan nomor perkara 234/Pid B/2023/PN Wtp.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjatuhi tuntutan terhadap terdakwa dengan penjara selama satu tahun, enam bulan.
Usai sidang, korban dengan inisial IL mengatakan bahwa tuntutan tersebut tidak mencerminkan keadilan bagi dirinya.
"Tuntutan dari jaksa penuntut umum tidak mencerminkan keadilan, kerugian saya tidak sedikit tapi hanya dituntut 1 tahun 6 bulan" ucapnya.
Menurut informasi yang didapatkan oleh tim timurkota.com, bahwa salah seorang pelaku yaitu dr. Sapta Prasetya di duga merupakan oknum dokter yang bekerja di RS Pelamonia Makassar.
Mendengar hal itu, kuasa hukum korban Muhadi, S.H mengatakan bahwa dirinya akan mengadukan hal itu ke Ikatan Dokter Indonesia.
"Saya akan terus mengawal dan akan berkordinasi dengan lembaga ikatan dokter Indonesia terkait oknum dokter yang melakukan penipuan. Apakah ada sanksi berat atau semacamnya untuk oknum tersebut karena berani melakukan penipuan yang dimana akan merusak citra lembaga dan juga citra kedokteran " ungkapnya.
Kemudian, ia juga akan membentuk posko pengaduan untuk masyarakat yang pernah jadi korban penipuan dari salah seorang atau ketiga orang tersebut.
"Masyarakat yang merasa pernah ditipu juga oleh salah seorang atau ketiga orang tersebut, silahkan hubungi saya" tutupnya.
Aktivis Mahasiswa, Jemi ikut angkat bicara terkait dengan tuntutan JPU penuntut umum terhadap pelaku karena dinilai tidak masuk akal.
"Tuntutan 1 tahun 6 bulan tersebut tidak masuk akal, kerugian korban mencapai ratusan juta rupiah tapi kenapa hanya di tuntut segitu," ungkapnya.
Selanjutnya, aktivis pemuda kabupaten Bone tersebut juga menegaskan bahwa berharap agar JPU dan Hakim menangani perkara tersebut secara profesional.
"Saya berharap tidak ada indikasi permainan dan juga JPU beserta hakim tidak main-main dalam menangani perkara ini, jika ditemukan hal itu terjadi maka saya tidak akan segan melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran di pengadilan negeri Watampone " tutupnya.
Akibat dari perbuatannya tersebut, ketiga pelaku dikenakan undang-undang pasal 378 KUHPidana dan atau pasal 372 KUHPidana Jo pasal 55, 56 KUHPidana tentang penipuan dan atau penggelapan.
Sebelumnya diberitakan, dua pelaku masing-masing, Andi Lilis Suryani Alias Andi Ani bersama suaminya, Awaluddin Alias Awal. Selain ditetapkan tersangka, keduanya telah dinyatakan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 8 bulan lalu.
Penetapan DPO kedua tersangka masing-masing tertuang dalam Nomor: DPO/07/XII/RES 1.11/2022/Reskrim untuk Awaluddin Alias Awal. Sementara Andi Lilis Suryani alias Andi Ani ditetapkan DPO berdasarkan Nomor:DPO/06/XII/RES 1.11/2022/ Reskrim.
Namun belakangan, korban H Arifuddin melalui kuasa hukumnya, Muhadi SH mengatakan, kedua tersangka tersebut terpantau berada di kediamannya di Jl. Emmi Saelan No. 27, Kelurahan Gunungsari, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar.
Muhadi mengatakan, pihaknya memiliki bukti berupa foto saat kedua tersangka tengah beraktifitas di kediamannya.
"Saya bahkan sudah menyerahkan foto tersebut langsung ke pihak Polsek Tanete Riattang namun sampai saat ini belum ada tindak lanjut,"ungkap Muhadi melalui pesan WhatsApp ke tim timurkota.com
Muhadi melanjutkan, berdasarkan penyampaian dari Kanit Reskrim Polsek. Pihak yang menjadi penjamin para tersangka saat mengajukan penangguhan penahanan telah mengundurkan diri.
"Seharusnya pihak penyidik memanggil oknum yang menjamin tersangka agar menghadirkan tersangka di depan penyidik, tidak begitu saja langsung mengaminkan pencabutan penjamin, ini kan aneh," lanjutnya.
Muhadi menerangkan, modus pelaku dalam melancarkan aksinya yakni mendatangi kediaman korban dengan alasan proyek irigasi.
Setelah melihat anak korban, ia menyampaikan bahwa pelaku mampu meloloskan anak korban menjadi anggota TNI AD.
Korban sempat mangatakan bahwa anaknya sudah pernah dioperasi jadi kecil peluang masuk TNI AD.
Namun pelaku mengatakan, bahwa dirinya mampu mengurus anak korban dalam keadaan apapun.
"Dia bilang ke korban bahwa jangankan pernah dioperasi. Orang yang pernah diamputasi kakinya bisa dia urus sampai lolos," tukas, Muhadi.
Korban kemudian percaya dengan janji pelaku hingga akhirnya menyerahkan agar anaknya diurus sampai lulus masuk TNI.
Selanjutnya, korban menyerahkan uang sebesar Rp210 juta secara bertahap ke para pelaku.
Karena anak korban tak lolos masuk TNI AD seperti dijanjikan. Pihak korban kemudian berusaha menghubungi pelaku namun tak berhasil.
Setelah yakin bahwa dirinya jadi korban penipuan. H Arifuddin kemudian menggandeng pengacara untuk melaporkan kasus tersebut secara hukum.