![]() |
Kunjungan rombongan dari Kabupaten Bone di museum Mulawarman, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Foto: Dok. Istimewa) |
Laporan: Syamsul Bahri Arafah
dari Kutai Kartanegara-Kaltim
TIMURKOTA.COM, KUTAI- Bernama museum Kutai yang didirikan untuk memelihara benda peninggalan Kerajaan Kutai, dan merupakan bagian dari Pusat Kesenian dan Olahraga.
Museum Kutai diresmikan pada 25 November 1971 oleh Pangdam IX Mulawarman 50 Kertiyo dan Gubernur Abdoel Wahab Sjahranie.
Pada tanggal 18 Februari 1976, Museum Kutai diserahkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan oleh Gubernur Kalimantan Timur Brigadir Jenderal, Abdok Wahab Syahrani yang diterima Direktorat Jenderal Kebudayaan Prof. Dr. Ida Bagus Mantra atas nama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Tahun 1979 Museum Kutai diganti nama menjadi Museum Negeri Mulawarman Provinsi Kalimantan Timur merupakan Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Kebudayaan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 093/0/1979 Tanggal 28 Mei 1979.
Dengan bangga jurnalistik timurkota.com, Syamsul Bahri Arafah bersama rombongan mengunjungi bangunan yang sarat sejarah perjuangan di Kutai Kartanegara tersebut.
Mereka melakukan kunjungan ke Museum Mulawarman yang terletak di Jalan Ponegoro, Tenggarong pada Jumat (21/02/24).
![]() |
Jurnalis timurkota.com saat mengunjungi museum Mulawarman (Foto: Dok. Istimewa) |
Kunjungan tersebut bertujuan untuk memperluas wawasan serta menggali informasi mengenai sejarah dan budaya yang ada di Kalimantan Timur, khususnya terkait dengan Kesultanan Kutai Kartanegara.
Museum Mulawarman diresmikan pada tahun 1971 oleh Pangdam Sukertio. Namun, bangunan megah yang kini menjadi tempat penyimpanan berbagai artefak bersejarah ini telah ada sejak tahun 1932.
Didirikan oleh Kerajaan Belanda sebagai hadiah untuk Kesultanan Kutai Kartanegara yang dipimpin oleh Sultan ke-19, H. Muhammad Parikesit, museum ini menyimpan berbagai peninggalan yang mencerminkan kekayaan budaya dan sejarah daerah tersebut.
Pemandu museum, Rio, menyambut rombongan dengan ramah. Ia menjelaskan bahwa museum ini bukan hanya sekadar tempat penyimpanan barang-barang bersejarah, tetapi juga berfungsi sebagai pusat pendidikan dan informasi bagi masyarakat.
"Peninggalan-peninggalan yang ada di museum ini mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat Kutai, mulai dari seni, budaya, hingga sejarah politik," ungkap Rio.
Begitu memasuki museum, rombongan disuguhi berbagai koleksi yang memukau.
Di ruang pertama, terdapat koleksi keris, alat musik tradisional, dan berbagai perhiasan yang digunakan oleh para raja dan bangsawan Kutai. Rio menjelaskan bahwa keris merupakan simbol status dan keberanian dalam budaya masyarakat Jawa dan Melayu, dan banyak digunakan dalam upacara adat.
"Keris ini bukan hanya sekadar senjata, tetapi juga memiliki makna spiritual dan simbolik yang dalam bagi pemiliknya," jelas Rio sambil menunjukkan keris yang terbuat dari bahan-bahan berkualitas tinggi.
Di area berikutnya, rombongan dapat melihat replika tahta Sultan yang terbuat dari kayu jati.
"Tahta ini adalah lambang kekuasaan dan kehormatan. Sultan Kutai Kartanegara menggunakan tahta ini dalam berbagai upacara resmi," tambahnya. Melihat tahta tersebut, para anggota rombongan merasa terhormat dapat menyaksikan salah satu simbol kekuasaan yang pernah berdiri kokoh dalam sejarah Kesultanan Kutai.
Selain artefak sejarah, Museum Mulawarman juga menyimpan berbagai karya seni, termasuk lukisan yang menggambarkan kehidupan masyarakat Kutai pada masa lalu.
Di dinding-dinding museum, terdapat foto-foto bersejarah yang menceritakan perjalanan panjang Kesultanan Kutai Kartanegara, mulai dari masa kejayaan hingga tantangan yang dihadapi.
Salah satu lukisan yang menarik perhatian rombongan adalah karya seni yang menggambarkan upacara adat pernikahan di Kesultanan Kutai.
"Upacara pernikahan di sini sangat kaya dengan tradisi dan simbol, menggambarkan pentingnya ikatan sosial dalam masyarakat," ungkap Rio.
Selama kunjungan, rombongan tidak hanya mendengarkan penjelasan Rio, tetapi juga aktif bertanya mengenai berbagai aspek sejarah dan budaya yang dipamerkan.
Salah satu anggota rombongan, Ahmad, menanyakan tentang pengaruh Kerajaan Belanda terhadap budaya lokal. Rio menjelaskan bahwa meskipun ada pengaruh asing, masyarakat Kutai tetap mempertahankan tradisi dan budaya mereka.
"Pengaruh Belanda terlihat dalam beberapa aspek, seperti arsitektur bangunan dan sistem pemerintahan. Namun, masyarakat Kutai berhasil mempertahankan identitas budaya mereka," jelas Rio.
Kunjungan ke Museum Mulawarman memberikan pengalaman berharga bagi rombongan dari Kabupaten Bone.
Mereka tidak hanya mendapatkan pengetahuan baru tentang sejarah dan budaya Kutai, tetapi juga menyadari pentingnya melestarikan warisan budaya untuk generasi mendatang.
Rio mengakhiri tur dengan mengajak rombongan untuk terus menggali dan belajar tentang sejarah Indonesia yang kaya.
"Kita harus memahami sejarah agar kita bisa menghargai dan melestarikannya," pesan Rio.(*)