![]() |
TIMURKOTA.COM, BONE- Di tengah ketidakpastian ekonomi yang melanda masyarakat, sejumlah warga Kabupaten Bone, termasuk pedagang kaki lima, pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM), dan pelaku ekonomi kreatif, merasa dihianati oleh oknum kolektor dari Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Al Azhar.
Mereka berencana menempuh jalur hukum demi mendapatkan keadilan atas perlakuan yang mereka anggap tidak adil.
Pada Senin, 10 Maret 2025, sejumlah warga tersebut mendatangi kantor DPW Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) Perjuangan Provinsi Sulawesi Selatan.
Mereka ingin menyampaikan keluh kesah dan meminta bantuan terkait pengalaman buruk yang mereka alami dengan salah satu kolektor KSP Al Azhar yang berkantor di Jalan Poros Lapri-Camming.
Dalam pertemuan tersebut, Ketua DPW APKLI Perjuangan memberikan himbauan kepada pelaku UMKM dan UKM agar lebih berhati-hati dalam menjalin kemitraan dengan KSP Al Azhar.
Dafira, salah satu pelaku usaha yang merasa dirugikan, mengungkapkan kekecewaannya melalui pesan WhatsApp kepada awak media.
Ia menceritakan bahwa dirinya terpaksa mencari pinjaman baru untuk melunasi pinjaman yang ada di KSP Al Azhar.
“Kami capek bayar mingguan, apalagi saat ini penghasilan sangat menurun. Setelah dijanjikan pinjaman bulanan, kami paksakan diri untuk mencari pinjaman baru demi melunasi pinjaman sebelumnya,” ujarnya.
Kunjungan ke kantor cabang KSP Al Azhar di Kecamatan Lapri tidak membuahkan hasil yang diharapkan.
Dafira dan kerabatnya yang juga merupakan korban, menemui dua karyawan yang tidak dapat memberikan solusi atas masalah mereka.
“Kami mencoba menghubungi pimpinan, tetapi beliau sedang tidak berada di tempat,” tambahnya.
Situasi ini semakin rumit ketika Putra, salah satu kolektor yang dihubungi awak media, justru menantang untuk memberitakan insiden tersebut.
Ia menilai bahwa tindakannya sudah benar dan meminta media untuk tidak menyebarkan berita hoaks. “Jangan menyebar berita hoax,” tutupnya dalam percakapan di WhatsApp.
Sementara itu, Pak Rahmat, pimpinan cabang KSP Al Azhar, saat dihubungi oleh Dafira, menyatakan bahwa ia sedang dalam perjalanan pulang dari Maros.
Pernyataan ini tampak menunjukkan ketidakpedulian terhadap keluhan yang disampaikan oleh nasabahnya.
Masalah ini menunjukkan betapa pentingnya perlindungan hukum bagi pelaku UMKM dan UKM di Indonesia, terutama dalam menghadapi praktik-praktik yang merugikan oleh oknum-oknum tertentu.
Dalam konteks ini, keberadaan asosiasi seperti APKLI sangat diperlukan untuk memberikan dukungan dan advokasi bagi anggotanya.
Kondisi ekonomi yang tidak menentu akibat berbagai faktor, termasuk dampak pandemi COVID-19, membuat banyak pelaku UMKM kesulitan untuk bertahan.
Banyak dari mereka yang terpaksa meminjam uang untuk mempertahankan usaha, namun jika tidak dikelola dengan baik, hal ini bisa berujung pada masalah yang lebih besar.
Dari pengalaman yang dialami Dafira dan warga lainnya, terlihat bahwa ketidakpastian dalam pengelolaan pinjaman dan perlakuan yang tidak adil dari pihak kolektor dapat memperburuk kondisi keuangan mereka.
Dalam banyak kasus, para pelaku UMKM yang mencari pinjaman justru terjebak dalam siklus utang yang sulit untuk dilunasi.
Kasus ini menjadi sorotan penting bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk meninjau kembali regulasi yang mengatur koperasi dan lembaga keuangan non-bank.
Perlindungan terhadap nasabah, terutama pelaku usaha kecil, harus menjadi prioritas dalam setiap kebijakan yang diambil.
Regulasi yang lebih ketat terhadap praktik pinjaman dan pengembalian, serta perlindungan hak-hak nasabah, perlu diterapkan untuk mencegah terjadinya penipuan dan praktik tidak etis lainnya.
Selain itu, edukasi bagi pelaku UMKM tentang hak dan kewajiban mereka dalam berurusan dengan lembaga keuangan juga sangat diperlukan.
Dukungan dari asosiasi seperti APKLI sangat penting untuk memberikan perlindungan dan advokasi kepada anggotanya.
Melalui berbagai program dan kegiatan, asosiasi dapat membantu pelaku UMKM untuk memahami hak-hak mereka dan cara melindungi diri dari praktik-praktik yang merugikan.
Selain itu, komunitas di sekitar juga perlu berperan aktif dalam mendukung satu sama lain.
Kerjasama antar pelaku usaha, berbagi informasi, dan saling mengingatkan tentang risiko yang mungkin dihadapi dalam berbisnis dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman dan kondusif bagi pertumbuhan usaha. (*)